BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekarang ini, posisi pendidikan
sangatlah penting untuk diperhatikan. Pendidikan juga wajib berlaku bagi semua
orang. Dari anak kecil sampai tua, semua pernah dan masih berjalan untuk
mengenyang dunia pendidikan. Pendidikan itu bentuknya sangat beragam. Ada
pendidikan formal, non formal serta informal.
Yang sangat
digalakkan pemerintah saat ini adalah pendidikan formal, dimana para belajar
menuntut ilmu pada sebuah lembaga pendidikan. Pendidikan formal tersebut dilaksanakan
sedemikian, dengan tujuan untuk mencerdaskan anak bangsa. Hal tersebut tertuang
dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang merumuskan
tujuan pendidikan yang ingin dicapai yaitu mengembangkan kemampuan membentuk
watak serta peradaban bangsa dalam martabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Untuk
mencapai tujuan itulah, peningkatan kualitas pendidikan perlu ditingkatkan.
Selain para siswa yang harus memotivasi diri mereka sendiri, guru juga berperan
penting dalam peningkatan kualitas pendidikan. Guru juga menjadi penentu
berhasil atau tidaknya pendidikan yang ia jalankan.
Tetapi tidak
semua guru bisa menjalankan tugasnya secara professional. Banyak sekali hal-hal
yang menyebebkan seorang guru tidak profesional dalam mengajar. Itulah masalah
sebenarnya dihadapi oleh bangsa Indonesia. Siapa yang bertanggung jawab bila
seorang guru tidak menjalankan tugasnya dengan baik? Tentu saja peranan dari
pembina guru yang harusnya membimbing dan membina serta mengoreksi apa saja kekurangan-kekurangan
guru tersebut.
Pembinaan
terhadap guru, tidak harus dilakukan oleh sebuah Dinas yang datang. Melainkan
seorang Kepala Sekolah. Seorang Kepala Sekolah memang mempunyai wewenang untuk
melakukan pembinaan atau istilahnya supervisi terhadap guru. Bagi Kepala
sekolah yang melakukan pembinaan atau supervisi, akan nampak perbedaanya jika
dibandingkan dengan yang tidak melakukan pembinaan atau supervisi. Karena
dengan adanya pembinaan atau supervisi tersebut, Kepala Sekolah dapat memantau
dan mengoreksi apa saja yang dilakukan olah seorang guru ketika melakukan
proses belajar mengajar.
Dengan
manfaat dari pembinaan atau supervisi itulah, kekurangan-kekuranagn guru dapat
segera dihilangkan sehingga pembelajaran akan berjalan sempurna dan bisa mencapai
tujuan awal pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang
dipaparkan diatas.
Lalu
bagaimanakah persepsi dan persepsi yang diterima oleh seorang guru ketika
Kepala Sekolah mengadakan pembinaan atai supervisi? Dan bagaimana langkah Kepala
sekolah dalam menghadapi persepsi tersebut? Melalui makalah ini,
daharapkan mampu memberi jawaban atas apa yang menjadi pertanyaan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam
makalah ini mempunyai rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian, tujuan dan fungsi supervisi pendidikan?
2. Bagaimana gambaran profesi sebagai guru?
3. Bagaimana bentuk-bentuk kompetensi guru?
4. Bagaimana bentuk pelaksanaan supervisi
profesi dan kompetensi keguruan dalam pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian, Tujuan dan Fungsi Supervisi Pendidikan,
1. Pengertian Supervisi
Pendidikan
Dilihat dari sudut
etimologi “supervisi” berasal dari kata “super” dan “vision” yang masing-masing
kata itu berarti atas dan penglihatan[1]. Jadi supervisi pendidikan dapat diartikan sebagai
penglihatan dari atas. Melihat dalam hubungannya dengan masalah supervisi dapat
diartikan dengan menilik, mengontrol, atau mengawasi.
Supervisi ialah
pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat
meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar-mengajar yang lebih
baik[2]. Orang yang
melakukan supervisi disebut dengan supervisor.
Dalam Dictionary of
Education, Good Carter (1959) memberikan pengertian bahwa supervisi adalah usaha
dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas-petugas
lainnya dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, menyeleksi
pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru, merevisi tujuan-tujuan
pendidikan, bahan pengajaran, metode, dan evaluasi pengajaran (Sahertian,2008:
17)[3].
Konsep supervisi modern dirumuskan oleh Kimball Wiles (1967) sebagai
berikut :“Supervision is assistance in the devolepment of a better teaching
learning situation”. Supervisi adalah bantuan dalam pengembangan situasi
pembelajaran yang lebih baik. Rumusan ini mengisyaratkan bahwa layanan
supervisi meliputi keseluruhan situasi belajar mengajar (goal, material,
technique, method, teacher, student, an envirovment) [4].
Supervisi pendidikan
adalah pembinaan yang berupa bimbingan atau tuntunan ke arah perbaikan situasi
pendidikan pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar dan belajar
pada khususnya. Supervisi dapat kita artikan sebagai
pembinaan. Sedangkan sasaran pembinaan tersebut bisa untuk kepala sekolah,
guru, pegawai tata usaha. Namun yang menjadi sasaran supervisi diartikan
pula pembinaan guru.
2. Tujuan Supervisi
Pendidikan
Semua kegiatan yang dilakukan tentu memiliki tujuan dan selalu mengarah
kepada tujuan yang ingin dicapai tersebut. Pendidikan merupakan salah satu
bentuk kegiatan manusia yang memiliki tujuan yang ingin dicapai dari proses
pelaksanaanya.
Merumuskan tujuan supervisi pendidikan harus dapat
membantu mencari dan menentukan kegiatan-kegiatan supervisi yang lebih evektif.
Kita tidak dapat berbicara tentang efektivitas suatu kegiatan, jika tujuannya
belum jelas. Tujuan supervisi pendidikan adalah:
a. Membantu Guru agar dapat lebih
mengerti/menyadari tujuan-tujuan pendidikan di sekolah, dan fungsi sekolah
dalam usaha mencapai tujuan pendidikan itu.
b Membantu Guru agar mereka lebih
menyadari dan mengerti kebutuhan dan masalah-masalah yang dihadapi siswannya;
supaya dapat membantu siswanya itu lebih baik lagi.
c. Untuk melaksnakan kepemimpinan efektif dengan cara yang demokratis dalam
rangka meningkatkan kegiatan-kegiatan profesional di sekolah, dan hubungan
antara staf yang kooperatif untuk bersama-sama meningkatkan kemampuan
masing-masing.
d. Menemukan kemampuan dan kelebihan tiap guru dan memanfaatkan serta
mengembangkan kemampuan itu dengan memberikan tugas dan tanggung jawab yang
sesuai dengan kemampuannya.
e. Membantu guru meningkatkan kemampuan penampilannya didepan kelas.
f. Membantu guru baru dalam masa orientasinya supaya cepat dapat menyesuaikan
diri dengan tugasnya dan dapat mendayagunakan kemampuannya secara maksimal.
g. Membantu guru menemukan kesulitan belajar murid-muridnya dan merencanakan tindakan-tindakan
perbaikannya.
h. Menghindari tuntutan-tuntutan terhadap guru yang diluar batas atau tidak
wajar; baik tuntutan itu datangnya dari dalam (sekolah) maupun dari luar
(masyarakat)[5].
Menurut Hasbullah (2009: 12), fungsi dan tujuan
supervisi pendidikan adalah sebagai berikut.
a. Sebagai arah
pendidikan. Dalam hal ini, tujuan akan menunjukkan arah dari suatu usaha,
sedangkan arah tadi menunjukkan jalan yang harus ditempuh dari situasi sekarang
kepada situasi berikutnya. Sebagai contoh, guru yang berkeinginan membentuk
anak didikanya menjadi manusia yang cerdas maka arah dari usahanya ialah
menciptakan situasi belajar yang dapat mengembangkan kecerdasan.
b. Tujuan sebagai titik
akhir. Dalam kaitan ini, apa yang diperhatikan adalah hal-hal yang terletak
pada jangkauan masa datang. Misalnya, jika seorang pendidik bertujuan agar anak
didiknya menjadi manusia yang berakhlak mulia, tentu penekanannya di sini
adalah deskripsi tentang pribadi akhlakul karimah yang diinginkannya tersebut.
c. Tujuan sebagai titik
pangkal mencapai tujuan lain. Dalam hal ini, tujuan pendidikan yang satu dengan
yang lain merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.
d. Memberi nilai pada
usaha yang dilakukan. Dalam konteks usaha-usaha yang dilakukan, kadang-kadang
didapati tujuannya yang lebih luhur dan lebih mulia dibanding yang lainnya.
Semua ini terlihat apabila berdasarkan nilai-nilai tertentu[6].
Tujuan supervisi pendidikan ialah mengembangkan
situasi belajar mengajar yang lebih baik melalui pembinaan dan peningkatan
profesi mengajar[7].
Tujuan utama supervisi adalah memperbaiki pengajaran
(Neagly & Evans, 1980; Oliva, 1984; Hoy & Forsyth, 1986; Wiles dan
Bondi, 1986; Glickman, 1990). Tujuan umum Supervisi adalah memberikan bantuan
teknis dan bimbingan kepada guru dan staf agar personil tersebut mampu meningkatkan kwalitas
kinerjanya, dalam melaksanakan tugas dan melaksanakan proses belajar mengajar[8].
3. Fungsi Supervisi
Pendidikan
Menurut Swearingen (Sahertian, 2008: 21) terdapat 8 fungsi supervisi
sebagai berikut:
a. Mengkoordinasi semua usaha sekolah
Usaha-usaha sekolah meliputi:
1) Usaha tiap guru
Guru ingin mengemukakan ide dan menguraikan materi pelajaran menurut
pandangannya ke arah peningkatan. Usaha-usaha yang bersifat individu tersebut
perlu dikoordinasi. Itulah fungsi supervisi.
2) Usaha-usaha sekolah
Sekolah dalam menentukan kebijakan, merumuskan tujuan-tujuan atas setiap
kegiatan sekolah, termasuk program-program sepanjang tahun ajaran, perlu ada
koordinasi yang baik.
3) Usaha-usaha bagi
pertumbuhan jabatan
Setiap guru ingin bertumbuh dalam jabatannya. Oleh karena itu, guru selalu
belajar terus menerus, mengikuti seminar, workshop, dan lain-lain. Mereka
berusaha meningkatkan diri agar lebih baik. Untuk itu, perlu ada koordinasi
yang merupakan tugas dari supervisi.
b. Memperlengkapi kepemimpinan sekolah
Kepemimpinan merupakan suatu ketrampilan yang harus dipelajari dan
membutuhkan latihan yang terus-menerus. Salah satu fungsi supervisi adalah
melatih dan memperlengkapi guru-guru agar mereka memiliki ketrampilan dalam
kepemimpinan di sekolah.
c. Memperluas pengalaman guru
Supervisi harus dapat memotivasi guru-guru untuk mau belajar dari
pengalaman nyata dilapangan. Melalui pengalaman baru ini mereka dapat belajar
untuk memperkaya pengetahuan mereka.
d. Menstimulasi usaha-usaha sekolah yang kreatif
Seorang supervisi harus bisa memberikan stimulus agar guru-guru tidak hanya
berdasarkan instruksi atasan, tetapi mereka adalah pelaku aktif dalam proses
belajar mengajar.
e. Memberi fasilitas dan penilaian yang terus menerus
Penilaian yang diberikan harus bersifat menyeluruh dan kontinu. Mengadakan
penilaian secara teratur merupakan suatu fungsi utama dari supervisi
pendidikan.
f. Menganalisis situasi belajar mengajar
Tujuan dari supervisi adalah untuk memperbaiki situasi belajar mengajar.
Penganalisisan memberi pengalaman baru dalam menyusun strategi dan usaha ke
arah perbaikan.
g. Memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada setiap anggota staf supervisi
berfungsi untuk memberikan dorongan stimulasi dan membantu guru agar dapat
mengembangkan pengetahuan dalam ketrampilan mengajar.
h. Memberi wawasan yang lebih luas dan terintegrasi dalam merumuskan
tujuan-tujuan pendidikan dan meningkatkan kemampuan mengajar guru-guru[9].
B. Gambaran Profesi sebagai Guru
1. Pengertian
profesi
Secara
harfiah kata profesi berasal dari kata profession (Inggris)
yang berasal dari bahasa bahasa latin profesus yang berarti
“Mampu atau dalam suatu bentuk pekerjaan”(Sanusi,1987: 18). Sedangkan menurut
Vollmer dan Mill yang dikutip Peter Jarvis (1983:21) pengertian profesi adalah
suatu pekerjaan yang didasarkan atas studi intelektual dan latihan yang khusus,
tujuanya untuk menyediakan pelayanan keterampilan atau advice terhadap
yang lain dengan bayaran atau upah tertentu (a profession may perhaps be
defined as an occupation based upon specialized intellectual study and
training, the purpose of wich is to supply skilled service or advice to other
for a definite fee or salary)[10].
Dari
perspektif sosiologis, proesi adalah suatu pekerjaan yang mengatur dirinya
melalui suatu latihan wajib dan sistematis dan disiplin kesejawatan, yang
didasarkan atas pengetahuan teknis yang spesialis, dimiliki orientasi pelayanan
dan bukan keuntungan serta dijnjung tinggi melelui kode etiknya.
Dari
beberapa uraian di atas , proesi dapat diartikan sbagai suatu pekerjan atau
jabatan yang menuntut keahlian, yang didapat melalui pendidikan dan latihan
tertentu, menurut persyaratan khusus, memiliki tanggungjawab dan kode etik
tertentu pula.
Adapun ciri
atau karakter profesi yaitu:
a. Profesi
membutuhkan waktu pendidikan dan latihan yang khusus dan memadai
b. Suatu
pekerjaan yang khas dengan keahlian dan ketrampilan tertentu
c. Menurut kemampuan
kinerja intelektual
d. Mempunyai
konsekuensi memikul tanggung jawab pribadi secara penuh
e. Kinerja
lebih mengutamakan pelayanan daripada imbalan ekonomi
f. Ada sanksi jika terdapat pelanggaran
g. Memiliki kebebasan untuk memberikan
judgment
h. Ada pengakuan dari masyarakat
2. Pengertian
guru profesional
Sebelum kita membahas apa itu guru
proesional, mari kita lihat ayat berikut :
øÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏèt ¢Óo_ç6»t w õ8Îô³è@ «!$$Î/ ( cÎ) x8÷Åe³9$#íOù=Ýàs9 ÒOÏàtã ÇÊÌÈ
Artinya : dan (ingatlah) ketika Luqman berkata
kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar".
Dari ayat di atas
mengandung pokok pikiran, bahwasanya orang tua harus memberikan pendidikan
kepada anaknya, agar menjadi anak yang bertaqwa terhadap Allah.
Oleh karena itu perlulah seorang
pendidik/guru yang kompeten dalam bidangnya (guru profesional).
Guru profeesional yaitu guru yang
tahu mendalam tentang apa yang diajarkan, mampu mengajarkanya saecara efektif, efisien
dan berkepribadian mantap[12].
Guru yang bermoral tinggi dan beriman tingkah lakunya digerakkan oleh
nilai-nilai luhur.
3. Pengembangan
profesionalisasi guru
Menurut Danim pengembangan guru
dimaksudkan untuk merangsang, memelihara, dan meningkatkan kualitas staf dalam memecahkan
masalah-masalah keorganisasian[13].
Profesi
keguruan mempunyai tugas utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan.
Sejalan dengan dengan hal ini, bahwa profesionalisasi dalam bidang keguruan
mengandung arti peningkatan segala daya dan usaha dalam rangka pencapaian
secara optimal layanan yang akan diberikan kepada masyarakat. Untuk
meningkatkan mutu pendidikan saat ini, maka profesionalisasi guru (pendidik)
merupakan suatu keharusan, terlebih lagi apabila kita melihat kondisi objektif
saat ini berkaitan dengan beberapa hal yang ditemui dalam melaksanakan
pendidikan yaitu :
a. Perkembangan
iptek
b. Persaingan
global bagi lulusan pendidikan
c. Otonomi
daerah
d. Implementasi
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013 (K13)
4. Model
pengembangan guru
Banyak cara yang di yang dilakukan
oleh guru untuk menyesuaikan dengan perubahan, baik itu secara perorangan,
kelompok atau dalam satu sistem yang diatur oleh lembaga[14].
Di bawah ini
adalah model pengembangan guru
Model pengembangan guru
|
Keterangan
|
Individual guided staff development
(Pengembangan
guru yang dipadu secara individual)
|
Para guru
dapat menilai kebutuhan belajar mereka dan mampu belajar aktif serta
mengarahkan diri sendiri.para guru harus dimotivasi saat menyeleksi tujuan
belajar berdasrk penilaian personil dari kebutuhan mereka
|
Observation/Assessment
(observasi
atau penilaian)
|
Observasi
dan penilaian dari intruksi menyediakan guru dengan data yang dapat
direfleksikan dan dianalisis untuk tujuan peningkatan belajar sisiwa.
Refleksi oleh guru pada praktiknya dapat ditingkatkan oleh observasi lainya
|
Involvement in a development/Improvement process
(Keterlibatan
dalam suatu proses pengembangan/peningkatan)
|
Pembeljaran
orang dewasa lebih efektif ketika mereka perlu untuk mengetahui atau perlu
memcahkan suatu masalah. Guru perlu untuk memperoleh pengetahuan atau
keterampilan melalui keterlibatan pada proses peningkatan sekolah atau
pengembangan kurikulum.
|
Training (pelatihan)
|
Ada
teknik-teknk dan perilaku-perilaku yang pantas untuk ditiru guru dalam kelas.
Guru-gurru dapat merubah perilaku mereka dan belajar meniru perilaku dalam
kelas mereka.
|
Inquiry (Pemeriksaan)
|
Pengembangan
profesional adalah studi kerjasama oleh para guru sendiri untuk permasalahan
dan isu yang timbul dari usaha untuk membuat praktik mereka konsisten dengan
nilai-nilai bidang pendidikan.
|
5. Tantangan
dan problematik pengembangan personalisasi
guru
Guru merupakan sesorang yang
berperan sangat penting dalam proses pendidikan, disamping faktor-faktor lain
seperti sarana prasarana, biaya, kurikulum, sistem pengelolaan, dan peserta
didik sendiri. Apa yang kita siapkan dalam proses pendidikan berupa
saranaprasarna, biaya dan kurikulum, hanya akan berarti jika diberi arti oleh
guru.
Ada beberapa
faktor yang berkaitan dengan beratnya tantangan yang dihadapi oleh proesi
keguruan dalam usaha untuk meningkatkan kewibawaanya dimata masyarakat .
Menurut Dedi Supriadi, (1999:104-106) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
yaitu:
a. Kekurangjelasan
tentang definisi profesi keguruan
b. Desakan
kebutuhan masyarakat dan sekolah akan guru
c. Sulitnya
standar mutu guru dikendalikan dan dijaga
d. PGRI belum
banyak aktif melakukan kegiatan-kegiatan yang secara sistematis dan langsung
berkaitan dengan peningkatan profesionalisme guru
e. Perubahan
yang terjadi dalam masyarakat melahirkan tuntutan-tuntutan baru terhadap peran
(role expectation) yang seharusnya dimainkan oleh guru[15].
6. Mengembangkan
Profesionalisme Guru
Menurut Danim (2011:94) dalam mengembangkan profesi
guru dapat dilakukan melalui berbagai strategi dalm bentuk pendidikan dan
pelatihan (diklat) maupun bukan diklat, antara lain;
a. Pendidikan dan pelatihan
1. In-house training (IHT).
Pelatihan dalam bentuk IHT adalah pelatihan yang dilaksanakan secara internal
dikelompok kerja guru, sekolah, atau tempat lain yang ditetapkan untuk
menyelenggarakan pelatihan. Strategi pembinaan melalui IHT dilakukan berdasarkan
pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam meningkatkan kompetensi dan karier
guru tidak harus dilakukan secara eksternal, tetapi dapat dilakukan oleh guru
yang memiliki kompetensi yang belum dimiliki oleh guru lain. Dengan srategi ini
diharapkan dapat menghemat waktu dan biaya.
2. Program
magang. Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan didunia kerja atau
industri yang relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional guru.
Program magang ini diperuntukan bagi guru dan dapat dilakukan selama periode
tertentu, misalnya, magang disekolah tertentu untuk belajara menejemen kelas
atau menejemen sekolah efektif. Program magang dipilih sebagai alternatif
pembinaan dengan alasan bahwa keterampilan tertentu yang memerlukan pengalaman
nyata.
3. Kemitraan
sekolah. Pelatihan melalui kemiraan sekolah dapat dilaksanakan antara sekolah
yang baik dan kurang baik, antara sekolah negeri dan swasta. Jadi
pelaksanaannya dapat dilakukan di sekolah atau di tempat mitra sekolah.
Pembinaan lewat mitra sekolah diperlukan dengan alasan bahwa beberapa keunikan
atau kelebihan yang dimiliki mitra, misalnya, dibidang menejemen sekolah atau
kelas.
4. Belajar
jarak jauh. Pelatihan melalui belajar jarak jauh dapat dilaksanakan tanpa
menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu,
melainkan dengan sistem pelatihan melalui internet dan sejenisnya. Pembinaan
lewat belajar jarak jauh dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua guru
terutama di daerah terpencil.
5. Pelatihan
berjenjang dan khusus. Pelatihan jenis ini dilaksanakan di lembaga-lembaga
pelatihan yang diberi wewenang, dimana program disusun secara berjenjang mulai
dari jenjang dasar, menengah, lanjut, dan tinggi. Jenjang pelatihan disusun
berdasarkan tingkat kesulitan dan jenis kompetensi. Pelatihan khusus
(spesialisasi) disediakan berdasarkan kebutuhan khusus atau disebabkan adanya
perkembangan baru dalam keilmuan tertentu.
6. Kursus
singkat di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya. kursus singkat
dimaksud untuk melatih meningkatkan kemampuan guru dalam beberapa kemampuan
melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya ilmiah, merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran.
7. Pembinaan
internal oleh sekolah. Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala sekolah
dan guru-guru yang memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi
tugas mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, dan diskusi dengan
teman sejawat.
8.. Pendidikan
lanjut. Pembinaan profesi guru melalui pendidikan lanjut juga merupakan
alternatif bagi peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru. Pengikutsertaan
guru dalam pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan memberikan tugas
belajar baik dalam maupun luar negeri bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan
pendidikan lanjut ini akan menghasilkan guru-guru pembina yang dapat membantu
guru-guru lain dalam upaya pengembangan profesi.
9. Non-pendidikan
dan pelatihan
a. Diskusi masalah pendidikan. Diskusi
ini diselenggarakan secara berkala dengan topik diskusi sesuai dengan masalah
yang dialami di sekolah.
b. Seminar. Pengikutsertaan guru dalam
kegiatan seminar dan pembinaan publikasi ilmiah juga dapat menjadi model
pembinaan berkelanjutanbagi peningkatan keprofesian guru. Kegiatan ini
memberikan peluang kepada guru untuk berinteraksi secara ilmiah dengan kolega
seprofesinya berkaitan dengan hal-hal terkini dalam hal upaya peningkatan
kualitas pendidikan.
c. Workshop. Kegiatan
ini dilakukan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi pembelajaran,
peningkatan kompetensi maupun pengembangan karirnya. Workshop dapat
dilakukan misalnya dalam kegiatan menyusun KTSP, analisis kurikulum,
pengembangan silabus, penulisan rencana pembelajaran.
d. Penelitian. Penelitian dapat dilakukan
guru dalam bentuk penelitian tindakan kelas, penelitian eksperimen, ataupun
jenis lain dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran
e. Penulisan buku/bahan ajar. Bahan
ajar yang ditulis oleh guru dapat berbentuk diktat, buku pelajaran, ataupun
buku dalam bidang pendidikan.
f. Pembuatan media pembelajaran. Media
pembelajaran yang dibuat oleh guru dapat berbentuk alat peraga, alat praktikum
sederhana, maupun bahan ajar elektronik atau pembelajaran.
g. Pembuatan karya teknologi/karya seni.
Karya teknologi/seni yang dibuat guru dapat berupa karya yang bermanfaat untuk
masyarakat atau kegiatan pendidikan serta karya seni yang memiliki nilai
estetika yang diakui oleh masyarakat[16].
C. Bentuk-Bentuk Kompetensi Guru
1. Pengertian Kompetensi
Tentang
kompetensi ini ada beberapa rumusan atau pengertian yang perlu dicermati yaitu
Kompetensi (competence), menurut Hall dan Jones yaitu
pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat
yang merupakan perbaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati
dan diukur. Selanjutnya Richards menyebutkan bahwa istilah kompetensi mengacu
kepada perilaku yang dapat diamati, yang diperlukan untuk menuntaskan kegiatan
sehari-hari[17].
Dalam UU
guru dan dosen, BAB I (Ketentuan Umum) pasal 1 ayat 10 bahwa pengertian
kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang
harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan[18].
Kompetensi
merupakan kemampuan dan kewanangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya.
Bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh
melalui pendidikan, kompetensi merujuk kepada performance dan
perbuatan yang rasional untuk memenuhi verifikasi tertentu di dalam
pelaksanaan tugas-tugas kependidikan[19].
Guru
profesional harus memiliki 4 (empat) kompetensi yaitu kompetensi
pedagogis, kognitif, personality, dan social. Oleh karena itu, selain terampil
mengajar, seorang guru juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak dan dapat
bersosialisasi dengan baik. Sebagaimana disebutkan dalam UU No. 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen, maka guru harus:
1. Memiliki bakat, minat,
panggilan jiwa, dan idealisme.
2. Memiliki kualifikasi
pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugasnya.
3. Memiliki kompetensi
yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.
4. Mematuhi kode etik
profesi.
5. Memiliki hak dan
kewajiban dalam melaksanakan tugas.
6. Memperoleh penghasilan
yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya.
7. Memiliki kesempatan
untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan.
8. Memperoleh perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya, dan
Kompetensi diartikan sebagai suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau
kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun kuantitatif. Kompetensi
didefinisikan sebagai kewenangan (memutuskan sesuatu). Ada juga yang mengatakan
bahwa “kompetensi atau secara umum diartikan sebagai kemampuan dapat
bersifat mental maupun fisik.”
Sesuai dengan Undang-Undang Peraturan Pemerintah. No14 tahun 2005 pada
pasal 8 mengatakan tentang kompetensi seorang guru. Ada 4 kompetensi
dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru, antara lain: kompetensi
kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi professional, dan kompetensi
sosial[21].
Dan dalam UU guru dan dosen dalam BAB II (kompetensi dan sertifikasi) pasal
2 “guru wajib memilki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Dan dijelaskan dalam pasal 3 ayat 2 kompetensi guru
sebagai mana yang dimaksud meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional yang diperoleh
melalui pendidikan profesi[22].
Dalam penjabaran lain ke-4 kompetensi guru di atas dijabarkan sebagai
berikut:
a. Kompetensi Pedagogik
Pengertian Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan dalam mengelola pembelajaran
peserta didik, yang meliputi: a) pemahaman peserta didik, b) perancang dan
pelaksanaan pembelajaran, c) evaluasi pembelajaran dan, d)
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasi berbagai potensi yang
dimilikinya.
Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan seorang guru dalam mengelola proses
pembelajaran peserta didik. Selain itu kemampuan pedagogik juga ditunjukkan
dalam membantu, membimbing dan memimpin peserta didik[23].
Berdasarkan pengertian seperti tersebut di atas maka yang dimaksud dengan
pedagogik adalah ilmu tentang pendidikan anak yang ruang lingkupnya terbatas
pada interaksi edukatif antara pendidik dengan siswa. Dapat pula
diartikankompetensi pedagaogik adalah sejumlah kemampuan guru yang berkaitan
dengan ilmu dan seni mengajar siswa.
Dalam UU guru dan dosen, kompetensi pedagogik sebagaimana yang dimaksud
pada ayat 2 merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta
didik yang sekurang-kurangnya meliputi:
1) Pemahaman wawasan atau
landasan kependidikan,
2) Pemahaman terhadap
peserta didik,
3) Pengembangan kurikulum
atau silabus,
4) Perancangan
pembelajaran,
5) Pelaksanaan
pembelajaran yang mendidik dan dialogis,
6) Pemanfaatan teknologi
pembelajaran,
7) Evaluasi hasil belajar,
dan
Menurut Permendiknas nomor 16 tahun 2007 pedagogik guru mata pelajaran
terdiri atas 37 buah kompetensi yang di rangkum dalam 10 kompetensi inti
seperti disajikan berikut ini:
1) Menguasai peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial,
kultural, emosional, dan intelektual.
2) Menguasai teori belajar dan prinsip-rinsip pembelajaran yang mendidik.
3) Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu.
4) Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
5) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan
pembelajaran.
6) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai pontensi yang dimiliki.
7) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
8) Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
9) Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
Jadi, dari keseluruhan pengertian tadi dapat kami simpulkan bahwa
kompetensi pedagogik adalah cara guru dalam mengajar dan mengatur sistem
pembelajaran di kelas dengan menjalin interaksi yang baik terhadap peserta
didik.
b. Kompetensi Kepribadian
Pengertian Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku
pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga
terpancar dalam perilaku sehari-hari[26]. Menurut
Hamzah B.Uno Kompetensi Personal, artinya sikap kepribadian yang mantap
sehingga mampu menjadi sumber intensifikasi bagi subjek. Dalam hal ini berarti
memiliki kepribadian yang pantas diteladani, mampu melaksanakan kepemimpinan
seperti yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara, yaitu “Ing Ngarsa Sung
Tulada, Ing Madya Mangun Karsa. Tut Wuri Handayani”[27]. Dengan kompetensi
kepribadian maka guru akan menjadi contoh dan teladan, serta membangkitkan
motivasi belajar siswa. Oleh karena itu, seorang guru dituntut melalui
sikap dan perbuatan menjadikan dirinya sebagai panutan dan ikutan orang-orang
yang dipimpinnya.
Merupakan penguasaan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Selain itu,
seorang guru harus mampu:
1) Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional
Indonesia.
2) Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan
bagi peserta didik dan masyarakat.
3) Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa.
4) Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi serta bangga menjadi
guru, dan rasa percaya diri.
Dalam UU Guru dan Dosen, kompetensi kepribadian sebagaimana yang dimaksud
pada ayat 2 sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang:
1) Beriman dan bertakwa,
2) Berakhlak mulia,
3) Arif dan bijaksana,
4) Demokratis,
5) Mantap,
6) Berwibawa,
7) Stabil,
8) Dewasa,
9) Jujur,
10) Seportif,
11) Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat,
12) Secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri dan,
Jadi, kompetensi kepribadian secara ringkas bagi seorang guru ialah sikap
dan tingkah laku yang baik, patut untuk diteladani dan menjadi cerminan untuk
peserta didik, mampu mengembang potensi dalam diri, serta yang paling utama
bagi seorang guru yang berkepribadian yaitu bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, mematuhi norma agama, hukum dan sosial yang berlaku.
c. Kompetensi Sosial
Pengertian Kompetensi Sosial
Dimaksud dengan kompetensi sosial di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19
tahun 2005, pada pasal 28, ayat 3, ialah kemampuan pendidik sebagai bagian
dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan
masyarakat sekitar.
Kompetensi sosial merupakan kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik/tenaga kependidikan lain, orang tua/wali
peserta didik dan masyarakat sekitar. Sedangkan menurut Hamzah B. Uno kompetensi
sosial artinya guru harus mampu menunjukkan dan berinteraksi sosial, baik
dengan murid-muridnya maupun dengan sesama guru dan kepala sekolah, bahkan
dengan masyarakat luas[30].
Guru profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab
sebagai guru kepada siswa, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya.
Tanggung jawab pribadi yang mandiri yang mampu memahami dirinya, mengelola
dirinya, mengendalikan dirinya, dan menghargai serta mengembangkan dirinya.
Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki
kemampuan berinteraksi sosial. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui
penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan
melalui penampilan guru sebagai makhluk beragama yang perilakunya senantiasa
tidak menyimpang dari norma agama dan norma moral.
Dalam pengertian lain, terdapat kriteria lain kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang guru. Dalam kompetensi ini seorang guru harus mampu:
1) Bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak diskriminatif, karena
pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga
dan status sosial ekonomi.
2) Berkomunikasi secara efektif, simpatik, dan santun dengan
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat.
3) Beradaptasi di tempat bertugas diseluruh wilayah republik Indonesia.
4) Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara
lisan dan tulisan atau bentuk lain[31].
Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan
kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan
masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di
masyarakat diharapkan memiliki karakteristik tersendiri yang sedikit banyak
berbeda dengan orang lain yang bukan guru. Misi yang diemban guru adalah misi
kemanusiaan. Mengajar dan mendidik adalah tugas kemanusiaan manusia. Guru harus
mempunyai kompetensi sosial karena guru adalah penceramah jaman.
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri kepada
tuntutan kerja di lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai
guru. Peran yang dibawa guru dalam masyarakat berbeda dengan profesi lain. Oleh
karena itu, perhatian yang diberikan masyarakat terhadap guru pun berbeda dan
ada kekhususan terutama adanya tuntutan untuk menjadi pelopor pembangunan di
daerah tempat guru tinggal.
Jadi, sebagai guru yang baik dan profesional itu tidak hanya mampu
berkomunikasi dengan lingkungan kelas dan sekolah tetapi juga bisa berhubungan
baik dengan masyarakat sekitar, bisa menjadi sumber ilmu bagi masyarakat dan
memberikan kontribusi yang positif.
d. Kompetensi Profesional
Pengertian Kompetensi Profesional
Guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan
untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi di sini
meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional, baik yang bersifat
pribadi, sosial, maupun akademis. Kompetensi profesional merupakan salah satu
kemampuan dasar yang harus dimiliki seseorang guru. Dalam Peraturan Pemerintah
No 19 tahun 2005, pada pasal 28 ayat 3 yang dimaksud dengan kompetensi
profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar
kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Merupakan kemampuan dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar
kompetensi. Kompetensi professional guru merupakan kompetensi yang
menggambarkan kemampuan khusus yang sadar dan terarah kepada tujuan-tujuan
tertentu[32].
Adapun dalam kompetensi ini seorang guru hendaknya mampu untuk:
1) Menguasai
materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran
yang ditempuh.
2) Menguasai standar
kompetensi dan kompetensi dasar mata pelejaran/bidang pengembangan yang
ditempuh.
3) Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
4) Mengembangkan keprofesionalan serta berkelanjutan dengan melakuan tindakan
reflektif.
Dengan kata lain pengertian guru profesional adalah orang yang punya
kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan
tugas dan fungsinya sebagai guru. Guru profesional adalah orang yang terdidik
dan terlatih serta punya pengalaman bidang keguruan. Seorang guru profesional
dituntut dengan sejumlah persyaratan minimal antara lain; memiliki kualifikasi
pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi kemampuan berkomunikasi dengan
siswanya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan
komitmen tinggi terhadap profesinya dan selalu melakukan pengembangan diri
secara terus-menerus (continous improvement) melalui organisasi profesi,
buku, seminar, dan semacamnya.
Dalam UU guru dan dosen, kompetensi profesional sebagaimana yang dimaksud
pada ayat 2 merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang
sekurang-kurangnya meliputi penguasaan:
1) Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan
pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu,
dan
2) Konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang
secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata
pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu[34].
Jadi, dari uraian ruang lingkup diatas dapat disimpulkan bahwa
kompetensi profesional guru adalah sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan
profesi yang menuntut berbagai keahlian di bidang pendidikan atau keguruan.
Kompetensi profesional merupakan kemampuan dasar guru dalam pengetahuan tentang
belajar dan tingkah laku manusia, bidang studi yang dibinanya, sikap yang tepat
tentang lingkungan PBM dan mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar.
Berkenaan dengan kompetensi di atas, seorang guru Pendidikan Agama Islam
sudah selayaknya menggenggam empat kompetensi tersebut (kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial dan profesional) karena guru PAI itu berkaitan erat dengan
pembentukan karakter anak. Dalam mengaktualisasikan dalam kegiatan
belajar-mengajar seorang guru PAI wajib menguasai pembelajaran, mempunyai
kepribadian dan akhlak yang mulia, mampu bersosialisasi dengan lingkungan luar
dan mempunyai keahlian yang bisa diperhitungkan.
Ada beberapa prinsip dalam ajaran agama Islam yang melandasi
profesionalitas pendidik (guru).
Pertama, ajaran Islam
memberikan motivasi bagi pendidik (guru) agar bekerja sesuai keahlian.sabda
Rasulullah SAW : “Apabila suatu pekerjaan diserahkan kepada orang yang tidak
ahli, maka tunggulah kehancuran” (HR. Muslim).
Kedua, ajaran Islam menekankan pentingnya keikhlasan
dalam bekerja. Apabila seorang pendidik ikhlas dalam menjalankan tugasnya,
pendidikan tersebut memperoleh dua imbalan, yaitu gaji yang diterimanya dan
pemerintah dan pahala yang diterimanya di akhirat. Firman Allah SWT :“
Balasan mereka disisi Tuahan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir dibawahnya
sungai mereka kekal di dalamnya selama-lamanya” (qs. Al-Baiyyinah: 8).
Ketiga, agama memberikan
motivasi agar selalu berusaha dalam meningkatkan dan mengembangkan
profesionalitasnya. Firman Allah SWT: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah
keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri” (Qs. Al-Ra’d: 11).
Keempat, salah satu tujuan
manusia diciptakan oleh Allah SWT adalah untuk melaksanakan ubudiyah (ibadah non-ritual) kepada Allah SWT. Firman Allah SWT :
”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku” (Qs. Al-Zhariat: 56).
Keberhasilan suatu pendidikan, memang ditentukan oleh banyak faktor,
seperti kurikulum, sarana prasarana, pembiayaan, sumber pembelajaran, metode
dan alat/media pembelajaran.
Namun semuanya tidak dapat menjamin pendidikan yang baik jika guru tidak
dapat mengajar dengan baik. Dengan demikian guru adalah kunci
keberhasilan dari pendidikan yang baik.
Menurut Syah (1955) merinci
kompetensi profesional guru menjadi 3 aspek yaitu :
a Kompetensi
koognitif
Yaitu
meliputi penguasaan terhadap pengetahuan kependidikan, pengetahuan materi
bidang studi yang diajarakan, dan kemmpuan mentransfer pengetahuan kepada para
siswa agar dapat belajar secara efektif dan efisien.
b. Kompetensi
afektif
Yaitu sikap
dan perasaan diri yang berkaitan dengan profesi keguruan, yang meliputi self
concept, self efficacy, attitude of self-acceptance dan pandangan guru
terhadap kualitas dirinya.
c. Kompetensi
psikomotorik
Yaitu
kecakapan fisik umum dan khusus seperti ekspresi verbal dan nonverbal.
C. Bentuk Pelaksanaan
Supervisi Profesi dan Kompetensi Keguruan dalam Pendidikan
1. Supervisi Pendidikan
Telah dibahas terlebih dahulu
pengertian Supervisi adalah suatu kegiatan pembinaan yang direncanakan untuk
membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka
secara efektif. Dalam hal tersebut, sama dengan apa yang dikemukakan oleh
Suharsimi (2012), bahwa supervisi adalah kegiatan mengamati, mengidentifikasi
mana hal-hal yang sudah, mana yang belum benar, dan mana pula yang tidak benar
dengan maksud agar tepat dengan tujuan memberikan pembinaan.
Melihat definisi diatas, dapat
dikatakan bahwasanya sekolah sebagai supervisor harus dapat meneliti, mencari
dan menentukan syarat-syarat mana yang telah ada dan menvukupi atau yang kurang
mencukupi untuk perlu diusahakan dan dipenuhi. Disamping itu, Kepala Sekolah
juga berusaha agar senua potensi yang ada di sekolahnya, baik potensi pada
unsur manusia maupun yang ada pada alat, perlengkapan, keuangan, dan sebagainya
dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Supervisi memang penting dilakukan
oleh Kepala Sekolah karena supervisi merupakan kegiatan yang sistematis dan
terus menerus dilakukan untuk membina dan mengarahkan kerja guru dan tenaga
adminitrasi secara efektif dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan.
Ada beberapa prinsip yang harus
diperhatiakan oleh Kepala Sekolah selaku supervisor, yaitu:
1. Pengawasan
bersifat membimbing dan membantu mengatasi kesulitan
2. Bantuan dan bimbingan diberikan secara tidak langsung
3. Balikan atau saran perlu segera
diberikan
4. Pengawasan dilakukan secara periodik
5. Pengawasan dilaksanakan dalam
suasana kemitraan
Pengawasan
dan pengendalian yang dilakukan Kepala Sekolah terhadap tenaga kependidikan
khususnya guru, disebut supervisi klinis yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan professional guru dan meningkatkan kualitas pembelajaran melalui
pembelajaran yang efektif. Salah satu supervisi akademik yang popular adalah
supervisi klinis yang memiliki beberapa karakterisktik sebagai berikut:
1. Supervisi diberikan berupa
bantuan(bukan perintah), sehingga inisiatif tetap berada ditangan tenaga
kependidikan
2. Aspek yang
disupervisi berdasarkan usul guru, yang dikaji bersama kepala sekolah sebagai
supervisor untuk dijadikan kesepakatan
3. Instrumen
dan metode observasi dikembangkan oleh guru dan kepala sekolah
4. Mendiskusikan
dan menafsirkan hasil pengamatan dengan mendahulukan interpretasi guru
5. Supervisi
dilakukan dalam suasana terbuka secara tatap mukan, dimana supervisor lebih
banyak mendengar serta menjawab pertanyaan guru daripada memberi saran dan
pengarahan
6. Supervisi
klinis sedikitnya memiliki tiga tahap, yakni pertemuan awal, pengamatan dan
umpan balik
7. Adanya
penguatan dan umpan balik dari Kepala Sekolah sebagai supervisor terhadap
perubahan perilaku guru yang positif sebagai hasil pembinaan
8. Supervisi
dilakukan secara berkelanjutan untuk meningkatkan suatu keadaan memecahkan
suatu masalah
Proses
supervisi merupkan rangkaian yang dilaksaakan ketika supervisi dilaksanakan.
Secara umum terdapat beberapa tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
a. Perencanaan
Langkah yang dilakukan :
1. Mengumpulkan
data melalui kunjungan kelas, pertemuan pribadi, rapat staf
2. Mengolah
data dengan melakukan koreksi kebenaran terhadap data yang dikumpulkan
3. Mengklasifikasi
data sesuai dengan bidang permasalahan
4. Menarik
kesimpulan tentang permasalahan sasaran sesuai dengan keadaan yang seberanya
5. Menetapkan
teknik yang tepay digunakan untuk memperbaiki atau menignkatkan profesionalisme
guru
b. Pelaksanaan
Kegiatan
Merupakan kegiatan nyata untuk
memperbaiki atau meningkatkan kemampuan guru. Kegiatan pelaksanaan merupakan
kegiatan pemberian bantuan dari supervisor kepada guru agar pelaksanaan dapat
efektif harus sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya.
c. Evaluasi
Merupakan kegiatan untuk menelaah
keberhasilan proses dan hasil pelaksanaan supervisi. Evaluasi dilaksanakan secara
komprehensif. Sasaran evaluasi supervisi ditujukan kepada semua orang yang
terlibat dalam proses pelaksanaan supervisi. Hasil dari evaluasi supervisi akan
dijadikan pedoman untuk menyusun progam pelaksanaan berikutnya.
2. Rendahnya Keprofesionalan Guru Saat Ini
Saat ini kita memang sedang mengalami yang namanya
globalisasi. Dimana seluruh dunia bergabung menjadi satu kesatuan. Termasuk
dunia pendidikan. Pantas saja, kita sebagai pandidik dituntut untuk terus
berusaha meningkatkan kualitas pendidikan yang untuk kategoti negara kita
sendiri, yaitu Indonesia masih rendah dibanding negara-negara tetangga lain.
Untuk itu, bagaimanapun caranya
semua pendidik harus mempunyai sikap yang profesional. Jika guru tersebut
profesional, maka akan dihasilkan produk pendidikan yang berkualitas. Guru yang
berprofesional menjadikan atau proses pembelajaran yang berkualitas, sehingga
peserta didik pun senang mengikuti proses pembelajaran tersebut dan pada
akhirnya seseorang yang dihasilkan dari sekolah yang berkualitas itu bisa
bersaing di era globalisasi saat ini.
Kedudukan guru sebagai tenaga
pengajar professional mempunyai visi dan misi. Visinya adalah terwujudnya
penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas
untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh
pendidikan yang bermutu. Misinya adalah mengangkat martabat tenaga pengajar,
menjamin hak dan kewajiban tenaga pengajar, meningkatkan kompetensi tenaga
pengajar, memajukan profesi serta karier tenaga pengajar, meningkatkan mutu
pembelajaran, meningkatkan mutu pendidikan nasional, mengurangi kesenjangan
ketersediaan tenaga pengajar antardaerah dari segi jumlah, mutu kualifikasi
akademik, dan kompetensi. Misi lainnya adalah mengurangi kesenjangan mutu
pendidikan antardaerah dan meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Dengan peningkatan profesionalisme
guru ini, akan terwujud penyelenggaraan pendidikan atau pembelajaran sesuai
dengan prinsip-prinsip prefesionalitas. Menurut penelitian, kualitas pendidikan
ditentukan oleh 60% kualitas guru. Apabila kualitas guru itu jelek, maka
kualitas pendidikan sebesar 60% itu juga akan jelek. Sebaliknya, apabila
kualitas guru tersebut baik, maka 40% kualitas pendidikan tersebut akan baik.
untuk 40%, adalah faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas pendidikan
lainnya. Dari fakta tersebut, artinya apabila pendidikan ingin maju harus
dimulai dari si guru tersebut. Karena disini guru sebagai faktor kunci untuk
memajukan pendidikan.
Tetapi, fakta di lapangan
berkata lain. Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jakarta pada tahun
2012, bahwa berdasarkan tes uji kompetensi guru, menunjukkan bahwa hasil
UKG pada uji kompetensi profesional dan kompetensi pedagogik guru masih rendah.
Data yang diperolah dari BNSP,
sebanyak 49,3% guru SD tidak layak mengajar. Data tu diperoleh ketika semua
guru SD maupun MI diadakan Uji Kompetensi. Ternyata 60% dari guru
tersebut mendapatkan nilai dibawah 7. Hal ini sangat memprihatinkan.
Selanjutnya, data yang diperoleh
bahwa untuk guru yang diuji sebanyak 1048 orang guru SMP dalam uji kompetensi
profesional khususnya penguasaan materi guru-guru SMP rerata keseluruhan mata
pelajaran 6,9. Sedangkan hasil dari uji kompetensi pedagogik, guru yang
mendapat nilai D (predikat kurang) adalah 35 persen, nilai C (predikat cukup)
adalah 63 persen, mendapat nilai B (predikat baik) hanya 2 persen,
ironisnya yang mendapat nilai A (predikat amat baik) adalah 0 persen.
Dari data di atas dapat diketahui bahwa kompetensi pedagogik yang memenuhi
standar kompetensi adalah 35 persen.
Hal yang tidak jauh berbeda pun
terjadi pada jenjang SMA dan SMK. Pada tingkat SMA kompetensi profesional
khususnya Penguasaan Materi Guru-guru SMA keseluruhan mata pelajaran 5,7.
Fenomena di atas telah menjadi gambaran
secara sekilas kepada kita, tentang kondisi dunia pendidikan di negeri kita
saat ini, dimana kualitas proses pembelajaran kita masih jauh dari apa yang
kita harapkan. Perlu upaya kerja keras tanpa henti dengan melibatkan
seluruh stakeholder, agar pendidikan kita di bumi serumpun sebalai ini dapat
bangkit dan mengejar ketertinggalan sehingga mampu berkompetisi secara
terhormat dalam era globalisasi ini. Oleh sebab itu reformasi pendidikan,
dimana salah satu isu utamanya adalah peningkatan profesionalisme guru
merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam mencapai
pendidikan yang lebih berkualitas.
Banyak faktor yang menyebabkan
mengapa kompetensi guru demikian rendah. Mulai dari komitmen pemerintah rendah,
kesejahteraan yang minim, pembinaan dan perlindungan profesi yang belum
memadai, kualitas input, LPTK sebagai lembaga yang menghasilkan guru, sampai
kepada persoalan kinerja guru yang sangat rendah. Permasalahan itu langsung
atau tidak langsung akan berkaitan dengan masalah mutu profesionalisme guru
yang masih belum memadai. Padahal sudah sangat jelas hal tersebut ikut
menentukan mutu pendidikan nasional. Mutu pendidikan nasional yang rendah,
salah satu penyebabnya adalah mutu guru yang rendah.
Selain faktor di atas
faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh:
1. Masih banyak guru yang
tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan banyak guru yang
bekerja diluar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga
waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak memadai
2. Belum adanya standart profesional guru sebagaimana tuntutan di
negara-negara maju
3. Kemungkinan disebabkan
oleh adanya perguruan tinggi sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi
tanpa memperhitungkan outputnya kelak dilapangan sehingga menyebabkan banyak
guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan
4. Kurangnya motivasi guru
dalam meningkatkan kualitas diri
3. Supervisi Sebagai Tindakan Peningkatan
Keprofesionalan Guru
Pentingnya peningkatan kemampuan profesional guru
sekolah dasar dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang. Pertama, ditinjau
dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, berbagai metode dan media
baru dalam pembelajaran telah berhasil dikembangkan.
Demikian halnya dengan pengembangan
materi dalam rangka pencapaian target kurikulum harus seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semua itu harus dikuasai oleh guru
dan kepala sekolah, sehingga dapat mengembangkan pembelajaran yang dapat
membawa anak didik menjadi lulusan yang berkualitas tinggi.
Dalam rangka itu, peningkatan
kemempuan profesional guru sekolah dasar perlu ditingkatkan secara kontinya
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan.
Selanjutnya ditinjau dari kepuasan dan moral kerja. Sebenarnya peningkatan
kemampuan merupakan hak setiap guru. Jadi seorang guru berhak mendapatkan
sebuah pembinaan, studi banding, tugas belajar dan dalam bentuk lain.hak-hak
seperti itu merupakan sebuah langkah untuk dapat dikatakn sebagai guru yang
profesional. Tetapi hak-hak tersebut juga tidak akan berhasil jika si guru
tidak mampu dan tidak terampil dalam melaksanakan tugas-tugasnya serta harus
memiliki semangat kerja yang tinggi dan disiplin.
Lalu ditinjau dari keselamatan
kerja. Banyak aktivitas pembelajaran di sekolah dasar yang bilamana tidak
dirancang dan dilakukan secara hati-hati oleh guru mengandung resiko yang tidak
kecil. Aktivitas pembelajaran yang mengandung resiko tersebut banyak ditemukan
pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya pada pokok-pokok bahasan
yang dalam proses pembelajarannya menuntut keaktifan siswa dan atau guru
menggunakan bahan-bahan kimia. Bilamana pembelajarannya tidak dirancang dan
dilaksanakan secara professional, tidak menutup kemungkinan terjadi adanya
kecelakaan-kecelakaan tertentu, seperti peledakan bahan kimia, tersentuh
jaringan listrik dan sebagainya. Dalam rangka mengurangi terjadinya berbagai kecelakaan
atau menjamin keselamatan kerja, pembinaan terhadap guru perlu dilakukan secara
kontinu. Di sinilah pentingnya peningkatan kemampuan professional guru di
sekolah dasar dalam rangka keselamatan kerja mereka.
Salah satu upaya yang dapat
dilakukan oleh kepala sekolah dasar dalam rangka peningkatan kemampuan
profesional guru yang dipimpinnya, khususnya guru kelas, guru mata pelajaran
Pendidikan Agama, guru mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, dan
guru lainnya adalah supervisi pendidikan yang dilakukan secara terus-menerus.
Dilakukannya supervisi dalam rangka peningkatan kemampuan profesional guru
sesuai dengan fungsi supervisi itu sendiri. Menurut Sergiovanni (1987), ada
tiga fungsi supervisi pendidikan di sekolah, yaitu fungsi pengembangan, fungsi
motivasi, dan fungsi kontrol.
Secara sederhana, supervisi
pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses pemberian layanan bantuan
profesional kepada guru untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan
tugas-tugas pengelolaan proses pembelajaran secara efektif dan efesien.
Dengan fungsi pengembangan berarti
supervisi pendidikan, apabila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dapat
meningkatkan keterampilan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Dengan
fungsi motivasi berarti supervisi pendidikan, apabila dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya, dapat menumbuh kembangkan motivasi kerja guru. Dengan fungsi
kontrol berarti supervisi pendidikan, apabila dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya, memungkinkan supervisor (kepala sekolah) melaksanakan kontrol
terhadap pelaksanaan tugas-tugas guru.
Berdasarkan fungsi tersebut, ada
tiga ciri supervisi pendidikan.
1. Supervisi
pendidikan merupakan sebuah proses
Oleh karena merupakan proses, ada
langkah-langkah yang harus ditempuh oleh kepala sekolah atau pengawas dan
Pembina lainnya dalam melaksanakan supervisi pendidikan di sekolah.
2. Supervisi merupakan kegiatan
Supervisi merupakan suatu kegiatan
atau aktivitas membantu guru mengikatkan kemampuan dalam melaksanakan
tugas-tugasnya, khususnya dalam mengelola proses belajar mengajar. Konsep ini
sekaligus menunjukan bahwa pemeran utama dalam meningkatkann kemampuan guru
bukan kepala sekolahnya, melainkan guru sendiri, sedangkan kepala sekolahnya,
sebagai pembantu. Walaupun demikian seandainya ada guru yang tidak memiliki
kemauan untuk mengembangkan dirinya, maka kepala sekolah harus mendorongnya
agar berkemauan keras dalam meningkatkan kemampuannya.
3. Tujuan akhir supervisi
Tujuan akhir supervisi pendidikan
adalah guru semakin mampu mengelola proses pembelajaran secara efektif dan
efisien. Proses pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila mencapai tujuan
instruksional khusus. Proses pembelajaran dikatakan efisien apabila menggunakan
sarana dan prasarana atau sumber daya yang efisien.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Supervisi ialah pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar
mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi
belajar-mengajar yang lebih baik. Orang yang melakukan supervisi disebut dengan
supervisor. Supervisi dapat kita artikan sebagai pembinaan. Sedangkan sasaran
pembinaan tersebut bisa untuk kepala sekolah, guru, pegawai tata usaha. Namun
yang menjadi sasaran supervisi diartikan pula pembinaan guru.
Tujuan supervisi pendidikan ialah mengembangkan situasi belajar mengajar
yang lebih baik melalui pembinaan dan peningkatan profesi mengajar. Fungsi dan
tujuan supervisi pendidikan diantaranya adalah Sebagai arah pendidikan, tujuan sebagai titik
akhir, tujuan sebagai titik pangkal mencapai tujuan. Dalam hal ini, tujuan
pendidikan yang satu dengan yang lain merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan.
Jabatan sebagai guru adalah profesi yang sangat
mulia dan tentunya profesi akan berkembang menjadi profesional apabila
ditunjang dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru professional.
B. Saran
Demikian makalah ini kami buat, kami menyadari bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca
sangat kami butuhkan guna perbaikan makalah berikutnya. Dan semoga makalah ini berguna untuk kita
semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Alma,Buchari.2010.Guru profesional.Bandung:Alfabeta
Aplikasi Qur’an in word
B.Uno,Hamzah. Profesi Kependidikan: Problema,
Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. 2008
Hawi, Akmal. kompetensi guru pai.
Palembang: Rafah Press. 2010.
Maryono. 2011. Dasar-Dasar & Teknik
Menjadi Supervisor Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Mulyasa, E. Standar Kompetensi dan Sertifikasi
Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2007.
Muslich, Masnur. KTSP Pembelajaran Berbasis
Kompetensi dan Konteksrual: Panduan
Bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas
Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara. 2007.
Nawawi, Hadari.
1993. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Haji Masagung
Rifai, Moh. 1982. Supervisi
Pendidikan. Bandung: Jemmars
Subari. 1994. Supervisi
Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Subroto, Suryo. 1988. Dimensi-dimensi
Administrasi Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Bina Aksara
Syaefudin saud Udin.2011 .Pengembangan profesi
guru .Bandung : Alfabeta
Undang-undang sistem pendidikan nasional
[1]
Subari, Supervisi
Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Mengajar, (Jakarta: Bumi
Aksara,1994), hlm.1
[2]
Suryo Subroto, Dimensi-dimensi
Administrasi Pendidikan di Sekolah. (Jakarta: Bina Aksara,1988), hlm.134
[3]
Maryono, Dasar-Dasar
& Teknik Menjadi Supervisor Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011), hlm.17
[6]
Maryono, Dasar-Dasar
& Teknik Menjadi Supervisor Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011), hlm. 19-20
[7]
Suryo Subroto, Dimensi-dimensi
Administrasi Pendidikan di Sekolah. (Jakarta: Bina Aksara,1988), hlm.134
[9]
Maryono, Dasar-Dasar
& Teknik Menjadi Supervisor Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011), hlm.21-23
[17]
Masnur Muslich, KTSP
Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual: Panduan Bagi Guru, Kepala
Sekolah, dan Pengawas Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hal. 15
[20] Imam Wahyudi, Panduan
Lengkap Uji Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Prestasi Pustakatya, 2012), hal.
17-18
[23]
Imam Wahyudi, Panduan
Lengkap Uji Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Prestasi Pustakatya, 2012), hal.
22
[25] Imam Wahyudi, Panduan
Lengkap Uji Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Prestasi Pustakatya, 2012), hal.
23
[26]
Moh. Roqib dan
Nurfuadi, Kepribadian Guru: Upaya Mengembangkan Kepribadian Guru yang Sehat di
Masa Depan, (Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2009), hal. 122
[27]
Hamzah B. Uno, Profesi
Kependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di
Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),
hal. 69
[28]
Imam Wahyudi, Panduan
Lengkap Uji Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Prestasi Pustakatya, 2012), hal.
19
[30] Hamzah B. Uno, Profesi
Kependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di
Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),
hal. 69
[31]
Imam Wahyudi, Panduan
Lengkap Uji Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Prestasi Pustakatya, 2012), hal.
19
[32] E. Mulyasa, Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007) hal.
135 -138
[33] Imam Wahyudi, Panduan
Lengkap Uji Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Prestasi Pustakatya, 2012), hal.
19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar