BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini turut
mempercepat laju perkembangan ekonomi dan industri, yang mempunyai imbas yang
sangat penting terhadap dunia pendidikan. Salah satu dampak pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi yang paling nyata dirasakan yaitu menyangkut lapangan
kerja, baik dilihat dari kebutuhan masyarakat maupun kemempuan dalam
menyediakan tenaga kerja. Dalam hubungannya dalam masalah penyiapan tenaga
kerja, yang dihadapi dilapangan yaitu rendahnya mutu tenaga kerja di negara
kita. Banyak hal yang turut mempengaruhi mutu tenaga kerja, biasanya kondisi
fisik, kualitas pendidikan, dan etos kerja adalah hal yang sangat dominan dalam
menentukan produktifitas tenaga kerja.
Dalam rangka
mempersiapkan tenaga kerja yang sesuai dengan permintaan masyarakat, pemerintah
mulai berusaha meningkatkan mutu pendidikan. Para pengelola pendidikan mulai
meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya dalam bidang pendidikan untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Untuk meningkatkan mutu pendidikan diperlukan
penataan, pengaturan, penilain dan pengawasan yang tersusun secara rapi. Semua
itu dapat terlaksana dengan baik jika pengelola pendidikan telah mempunyai
pengetahuan yang memadai tentang pengaturan system pendidikan (manajemen pendidikan).
Manajemen pendidikan
adalah modal yang penting dalam menggeser paradigma lama dalam pendidikan
menuju paradigma baru guna mengembangkan dan mempersiapkan tenaga kerja yang
berkualitas tinggi. Manajemen pendidikan haruslah dikuasai dengan baik dan
dilaksanakan dengan lebih bijak agar menjadikan pendidikan lebih mudah
dikembangkan. Dalam manajemen pendidikan dipaparkan tentang banyak hal yang
berkaitan dengan pendidikan, bagaimana mengatur pendidikan yang baik, apa saja
prinsip dalam mengatur suatu organisasi, dan lain sebagainya. Manajemen
pendidikan ini sangat penting untuk dipelajari guna mempersiapkan pendidikan
yang dapat mencipatakan tenaga kerja yang berkualitas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis
makalah ini merumuskan beberapa permasalahan di dalamnya, antara lain:
1. Bagaimana gambaran Paradigma Baru Manajemen Pendidikan?
2. Bagaimana bentuk Perubahan Paradigma Manajemen Pendidikan?
3. Mengapa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dijadikan alternatif paradigma baru Manajemen Pendidikan dalam menghadapi tantangan zaman?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gambaran
Paradigma Baru Manajemen Pendidikan
Pada era reformasi,
masyarakat Indonesia menginginkan perubahan dalam semua aspek kehidupan
bangsa. Pembaharuan pada sektor pendidikan yang memiliki peran
strategis dan fungsional (Hujair AH.Sanaky,2003:3 dalam Sudarmiani,2009:13),
juga memerlukan paradigma baru yang harus menekankan pada perubahan cara
berpikir dalam pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan. Pendidikan yang telah
berjalan selama ini tidak bisa menjadi penggerak pembangunan di Indonesia,
malahan pendidikan telah menghambat pembangunan ekonomi dan teknologi, buktinya
adalah dengan adanya kesenjangan sosial, budaya, dan ekonomi. Berbagai masalah
yang timbul tersebut diakibatkan oleh semakin lemahnya pendidikan nasional.
Pembaharuan pendidikan nasional yang telah mendasar dan menyeluruh harus
dimulai dari mencari penjelasan baru atas paradigma dan peran pendidikan dalam
pembangunan (zamroni,2000:5-6 dalam Sudarmiani,2009:13).
Paradigma tersebut harus berimplikasi pada perubahan perspektif dalam
pembangunan pendidikan, mulai dari perspektif yang menganggap pendidikan
sebagai sektor pelayanan umum ke perspektif pendidikan sebagai suatu investasi
produk yang mampu mendorong pertumbuhan masyarakat di berbagai bidang
kehidupan. Pendidikan sebagai faktor yang dipengaruhi oleh berbagai
permasalahan yang terjadi dalam berbagai kehidupan.
Melalui paradigma baru tersebut, dimaksudkan pendidikan harus mampu melawan
berbagai tantangan dan permasalahan yang terjadi dalam lingkungan kehidupan.
Pendidikan dan kehidupan telah menyatu, maka pendidikan dapat dikatakan sebagai
proses memanusiakan manusia.
Berikut ini adalah langkah-langkah untuk melakukan rekonstruksi pendidikan
dalam rangka membangun paradigma baru sistem pendidikan nasional :
1. Pendidikan nasional hendaknya memiliki visi yang berorientasi pada
demokratisasi bangsa.
2. Pendidikan nasional hendaknya memiliki misi agar tercipta partisipasi
masyarakat secara menyeluruh. Pendidikan tidak hanya terfokus dalam penyiapan
tenaga kerja, tapi untuk memperkuat kemampuan dasar pembelajar sehingga
memungkinkan baginya untuk berkembang lebih jauhdalam konteks kehidupan global.
3. Substansi pendidikan
dasar hendaknya mengacu pada perkembangan potensi dan kreativitas pembelajar.
Pendidikan mengengah dan tinggi hendaknya diarahkan pada membuka kemungkinan
pengembangan kepribadian secara vertikal (keilmuan) dan horisontal (keterkaitan
antar bidang keilmuan).
4. Pendidikan dasar dan menengah perlu mengembangkan sistem pembelajaran yang
egaliter dan demokratis agar tidak terjadi pengelompokan kelas atas dasar
kemampuan akademik.
5. Pendidikan tinggi harus mempersiapkan dan memperkuat kemampuan dasar
mahasiswa untuk memungkinkan mereka berkembang baik secara individu, anggota
msyarakat, maupun sebagai warga negara dalam konteks global.
6. Kebijakan kurikulum untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, harus
memperhatikan tahap perkembangan pembelajar dan kesesuaian dengan lingkungan,
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, seni serta sesuai dengan
jenjang masing-masing satuan pendidikan dengan mengembangkan proses
pembelajaran kreatif.
7. Perlu mengaktualisasikan enam unsur kapasitas belajar, yaitu:
a. Kepercayaan (confidence)
b. Keingintahuan (curioucity)
c. Sadar tujuan (intensionality)
d. Kendali diri (self control)
e. Mampu bekerja sama (work together)
f. Kemampuan bergaul secara harmonis dan saling pengertian (relatedness) (Ibrahim Musa:
from: http://202.159.18.43/jp/22ibrahim.htm dalam Sudarmiani; 2009,15)
8. Untuk menjaga relevansi outcome pendidikan, dengan mengimplementasikan
filsafat rekonstruksivisme dalam berbagai tingkat kebijakan dan praktisi
pendidikan.
9. Pendidikan nasional hendaknya mendapatkan proporsi alokasi dana yang cukup
memadai.
10. Realisasi
pendidikan dalam konteks lokal diperlukan badan-badan pembantu dalam dunia
pendidikan. Misalnya saja ‘Dewan Sekolah’ yang memiliki peran untuk memberi
masukan-masukan dalam berbagai aspek.
11. Menetapkan
model rekruitmen pejabat pendidikan secara profesional. Kompetensi dan sertifikasi
guru dan dosen juga harus dilakukan dengan profesional. Pemerintah harus
membentuk badan ‘independen’ profesi guru dan dosen yang anggotanya terdiri
dari tenaga kependidikan profesional, terpercaya, dan
bertanggung jawab yang akan menilai kompetensi profesional,
keilmuan, personal dan sosial dari guru dan dosen.
Paradigmanya adalah manajemen pendidikan harus sejalan dengan kebutuhan
masyarakat dan perkembangan zaman. Maka dinyatakan School Based Manajement
(SBM) sebagai alternatif paradigma baru, dengan pendekatan akar rumput (grass
root approach).
B. Gambaran Perubahan Paradigma Manajemen Pendidikan
Undang-undang tentang
Otonomi Daerah memberikan kewenangan kepada daerah termasuk kewenangan dalam
pengelolaan pendidikan di sekolah. Berdasarkan hal tersebut maka manjeman
pendidikan perlu melakukan revitalisasi dan penyesuaian dari manajemen
paradigma lama yang bersifat sentralistik menuju manajemen pendidikan paradigma
baru yang lebih bersifat demokratis dan desentralistik.
Teknologi informasi telah mengubah paradigma baru pendidikan berbasis
teknologi informasi. Perubahan ini meliputi dua konteks yaitu konteks
pengajaran dan konteks manajemen pendidikannya.
Karakteristik
pengajaran berbasis teknologi informasi :
No
|
Aspek model pembelajaran yang berubah
|
Lama
|
Baru
|
1
|
Instruksi
|
Guru
|
Siswa
|
2
|
Stimulasi
|
Single-sense
|
Multisensory
|
3
|
Pengembangan
|
Single path
|
Multi path
|
4
|
Media
|
Single
|
Multi
|
5
|
Isolasi
|
Kolaborasi
|
|
6
|
Informasi
|
Sepihak
|
Pertukaran
|
7
|
Proses belajar
|
Pasif
|
Aktif
|
8
|
Pola pikir
|
Bersifat faktual
|
Berfikir kritis
|
9
|
Tujuan
|
Pengetahuan
|
Pengambilan keputusan
|
10
|
Respon
|
Reaktif
|
Proaktif dan tindakan terencana
|
11
|
Konteks
|
Artificial
|
Dunia nyata
|
Perubahan dalam
Aspek Manajemen Penddidikan
No
|
Lama
|
Baru
|
1
|
Belajar sekali seumur hidup
|
Belajar seumur hidup
|
2
|
Menara gading
|
Pasar yang kompetitif
|
3
|
Sekolah single mode
|
Sekolah multi mode
|
4
|
Sekolah berlingkup melebar
|
Sekolah dengan profil khas/spesifik
|
5
|
Sekolah isolatif
|
Sekolah kooperatif
|
6
|
Broad basic studies
|
Just in time basic studies
|
7
|
Lulusan berorientasi kurikulum
|
Sertifikasi ilmu pengetahuan
|
8
|
Pembelajaran berorientasi cermin
|
Learning on demand
|
9
|
Kurikulum linear
|
Ruang pembelajaran
|
Upaya untuk menyikapi perubahan paradigma :
1. Konten dan kurikulum harus berbasis pada penciptaan kompetensi siswa
2. Proses pembelajaran harus berorientasi pada pemecahan riil dalam kehidupan
3. Teknologi informasi harus dioptimalkan guna menciptakan jejaring pendidikan
antar sekolah atau lembaga pendidikan lainnya
4. Individu yang terlibat dalam proses pendidikan harus memiliki kemampuan
multidimensi agar bisa mengoptimalkan multi-intelejensi peserta didik
5. Manajemen sekolah harus terpadu secara administrasi maupun akademis
6. Kebijakan keuangan harus bersifat otonom dengan memanfaatkan kemampuan
potensi lokal
Manajemen paradigma lama : tugas dan fungsi sekolah terbatas hanya
melaksanakan program, tanpa ada inisiatif untuk merumuskan program dan
melaksanakan sendiri tugas-tugas pendidikan di sekolahnya.
Manajemen paradigma baru : sekolah memiliki wewenang dalam lembaganya,
pengambilan keputusan dilakukan secara bersama dan peran masyarakat makin
besar. Sekolah dituntut untuk lebih profesional dalam meningkatkan kualitas
pendidikan dan kegiatan-kegiatan sekolah liannya, karena tidak perlu menunggu
perintah dari lembaga diatasnya. Pada paradigma baru ini sekolah juga lebih
mengutamakan kebersamaan dan sumber daya, informasi lebih terbuka, serta
struktur organisasinya berubah menjadi horisontal, sehingga lebih efisien.
Paradigma baru manajemen pendidikan pada era otonomi daerah lebih mendorong
pada kemandirian sekolah. Karakteristik sekolah yang mandiri :
a. Tingkat kemandirian tinggi,
tingkat ketergantungan rendah
b. Bersifat adaptif, antisipatif, dan proaktif
c. Jiwa kewirausahaan tinggi
d. Bertanggungjawab terhadap kinerja sekolah
e. Melakukan pengawasan ketat terhadap manajemen dan sumber daya sekolah
f. Melakukan pengawasan kerja
g. Berkomitmen tinggi
h. Motivasi prestasi tinggi
Yang dapat memberdayakan warga sekolah pada era otonomi daerah antara lain
:
a. Pemberian kewenangan dan tanggung jawab
b. Pekerjaan yang bermakna
c. Kebersamaan dalam memecahkan persoalan sekolah
d. Pemberian kepercayaan dan penghargaan untuk seluruh warga sekolah
e. Adanya variasi tugas
1. Desentralisasi Manajemen
Pendidikan
Konsep desentralisasi
dan sentralisasi mengacu pada sejauh mana wewenang dilimpahkan, dari suatu
tingkatan manajemen kepada tingkatan manajemen berikutnya yang berada di
bawahnya, atau tetap berada pada tingkat puncak. Manfaat desentralisasi adalah
melepaskan beban manajemen puncak, penyempurnaan pengambilan keputusan,
latihan, semangat kerja, dan inisiatif yang lebih baik pada tingkatan yang
lebih rendah.
Desentralisasi pendidikan di Indonesia mengacu pada pemberian kewenangan
kebijakan dari pemerintah pusat pada pemerintah daerah kabupaten/kota.
Tujuannya untuk mewujudkan ketercapaian program wajib belajar 9 tahun,
meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap dunia pendidikan, dan
menyelenggarakan sistem pendidikan yang efektif dan efisien.
Konsep desentralisasi pendidikan berdasarkan UU No.22 dan 25 tahun 1999
meliputi 2 aspek yaitu : substansi yang mencakup teknis edukatif, personel,
finansial, sarana dan prasarana, serta administratif; dan fungsi manajemen yang
menckup planning, organizing, actuating, dan controlling.
Untuk mewujudkan berbagai perubahan ke arah desentralisasi, diperlukan
empat hal, yaitu:
1. Peraturan perundang-undangan yang mengatur desentralisasi pendidikan dari
tingkat daerah, provinsi, sampai tingkat kelembagaan
2. Pembinaan kemampuan daerah
3. Pembentukan perencanaan unityang bertanggung jawab untuk menyusun
perencanaan pendidikan
4. Perangkat sosial, berupa kesiapan masyarakat setempat untuk menerima dan
membantu menciptakan iklim yang kondusif bagi pelaksanaan desentralisasi
tersebut
Alasan utama diberlakukannya desentralisasi pendidikan adalah mengubah
paradigma pendidikan sentralistik pada desentralistik. Permasalah yang timbul
dalam desentralisasi pendidikan mencakup landasan filosofis dan pelaksanaannya.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa filosofi deentralisasi pendidikan di
Indonesia adalah Pancasila, UUD 1945 dan UU no.22 dan 25 tahun 1999. Agar
pelaksanaan desentralisasi pendidikan dapat efektif, diperlukan poros-poros perumusan
desentralisasi pendidikan yang meliputi: wawasan nusantara, asas demokrasi,
kurikulum, tenaga kependidikan, PBM, efisiensi pembiayaan, dan partisipasi.
Model pendidikan dalam prinsip desentralisasi merupakan terobosan pola
rancangan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat, pemerataan kesempatan
serta efisiensi pelayanan. Bentuk terobosan tersebut meliputi :
1) Perancangan yang didesain secara bottom-up pada level kabupaten/kota.
2) Integrasi antar satuan pendidikan sekolah dan madrasah
3) Integrasi antar jenjang pendidikan SD dan SLTP dalam pakaet pendidikan
dasar
4) Integrasi sekolah negeri dan swasta
5) Integrasi lintas instansi yaitu Depdiknas, Depag, dan Depdagri
6) Integrasi antar tataran atau layer-layer birokrasi pada level sekolah,
kabupaten, kota, provinsi dan pusat
Pengembangan konsepsi desentralisasi pendidikan di Indonesia dikemas dalam
program pendidikan School Based Management (MBS) dan School Based Community.
Partisipasi masyarakat dalam MBS diwadahi melalui komite/dewan sekolah yang
memiliki peran sebagai berikut:
a. Pemberi pertimbangan (Advisory Agency) dalam penentuan dan pelaksanaan
kebijakan pendidikan
b. Pendukung (supporting Agency) baik yang berwujud financial, pemikiran
maupun tenagadalam penyelenggaraan pendidikan
c. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan
d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD)
dengan masyarakat.
Dengan demikian desentralisasi pendidikan dapat terlaksana dengan baik
apabila ditunjang oleh perangkat peraturan perundangan yang memadai, model
pelaksanaan yang memberikan keleluasaan kewenangan dalam proses penetapan
manajerial pendidikan, serta adanya dukungan kuat dari partisipasi masyarakat.
2. Profil Manajer
Pendidikan di Era Desentralisasi
Pengembangan konsepsi
desentralisasi pendidikan di Indonesia di kemas dalam program pendidikan School
Based Management (SBM). Dalam konteks SBM, sekolah harus meningkatkan
keikutsertaan masyarakat lokal dalam pengelolaannya untuk meningkatkan kualitas
dan efisiensinya.
Agar desentralisasi dan otonomi pendidikan berhasil dengan baik,
kepemimpinan kepala sekolah perlu diberdayakan. Pemberdayaan berarti
peningkatan kemampuan secara fungsional, sehingga kepala sekolah mampu berperan
sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya. Kepala sekolah harus
berperan sebagai manajer dan pemimpin yang efektif. Hal ini dapat dilakukan
jika kepala sekolah mampu melakukan funsi-fungsi manajemen dengan baik, yaitu :
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.
Seorang kepala sekolah perlu mengadopsi gaya kepemimpinan transformasional.
Kepemimpinan transformasional adalah sebuah gaya kepemimpinan yang mengutamakan
pemberian kesempatan, dan atau dorongan semua unsur yang ada dalam sekolah
untuk bekerja atas dasar sistem nilai yang luhur, sehingga semua unsur yang ada
di sekolah (guru, siswa, pegawai, orangtua siswa, masyarakat) bersedia tanpa
paksaan, berpartisipasi secara optimal dalam mencapai tujuan ideal sekolah.
Kepala sekolah yang memilki kepemimpinan partisipasi-transformasional
memiliki kecenderungan untuk menghargai ide-ide baru, cara baru,
praktik-praktik baru dalam proses belajar-mengajar di sekolahnya.
Agar proses inovasi di sekolah dapat berjalan dengan baik, kepala sekolah
perlu dan harus bertindak sebagai pemimpin (leader), dan bukan sebagai boss.
Kepemimpinan Kepala sekolah harus menghindari terciptanya pola hubungan
dengan guru yang hanya mengandalkan kekuasaan, sebaliknya perlu mengedepankan
kerja sama fungsional; menghindarkan diri dari one man show; sebaliknya harus
menekankan pada kerja sama kesejawatan; menghindari terciptanya suasana kerja
yang serba menakutkan, sebaliknya perlu menciptakan keadaan yang membuat semua
guru percaya diri; menghindarkan diri dari wacana retorika, sebaliknya perlu
membuktikan memiliki kemampuan untuk kerja profesional; menghindarkan diri dari
sifat dengki dan kebencian, sebaliknya harus menumbuhkembangkan antuisme kerja
para guru; tetapi harus mampu membetulkan (mengoreksi) kesalahan guru; dan
menghindarkan diri agar tidak menyebabkan pekerjaan guru menjadi membosankan,
tetapi sebaliknya justru harus mampu membuat suasana kerja yang membuat guru
tertarik dan betah melakukan pekerjaannya.
E. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
sebagai alternatif paradigma baru Manajemen Pendidikan dalam menghadapi tantangan zaman?
Karakter MBS adalah
mengenai proses manajemen pendidikan yang meliputi masukan (input), proses
(process), hasil/lulusan (output) dan outcomes. Biasanya sekolah yang mandiri dan efektif memiliki proses pendidikan
sebagai berikut:
1. Efektifitas proses
belajar mengajarnya tinggi
Proses belajar mengajar pada paradigma baru manajemen pendidikan lebih
menekankan pada kemampuan untuk bekerja, cerdas hidup bersama dan belajar
menjadi diri sendiri.
2. Gaya kepemimpinan yang
tangguh
Kepala sekolah sebagai manajer dituntut memiliki kemampuan manajemen dan
kepemimpinan yang tangguh dan kuat agar mampu mengambil keputusan yang
mengunutngkan semua pihak serta selalu memiliki prakarsa untuk meningkatkan
mutu pendidikan sekolahnya sesuia visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah yang
telah ditetapkan
3. Lingkungan sekolah yang
aman dan nyaman
Sekolah yang ideal selalu menciptakan iklim sekolah dan lingkungan yang
aman dan nyaman serta bersih dan sehat demi berlangsungnya kegiatan
pembelajaran.
4. Pengelolaan tenaga
kependidikan yang efektif dan profesional
Sejak awal pola perekrutan dan pengelolaan tenaga kependidikan harus
memenuhi standar, artinya menguasai bidang keahlian kependidikan secara
profesional. Implementasi MBS menuntut dukungan tenaga kependidikan yang
terampil dan berkualitas agar dapat membangkitkan mtivasi kerja yang lebih
produktif
5. Sekolah memiliki budaya
mutu
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, maka sekolah harus memiliki
budaya mutu sebagai berikut:
a. Mengakses dan memiliki informasi yang berkwalitas demi perbaikan dan
pengembangan mutu sekolah
b. Mampu melaksanakan kewenangan sesuia tugas dan tanggung jawabnya
c. Hasil atau output pendidikan diikuti rewards dan punishment
d. Melakukan sinergi dan kolaborasi dengan masyarakat dan instansi terkait
dalam bentuk kerjasama yang saling menguntungkan
e. Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan tetap
berpegang pada nilai-nilai kepribadian bangsa
f. Adanya rewards atau intensive yang proporsional dengan nilai pekerjaan
g. Warga sekolah merasa memiliki sekolah, sehingga ada rasa tanggung jawab
terhadap organisasi sekolahnya (termsuk alumni)
h. Menumbuhkan daya saing yang sehat
6. Kebersamaan yang mencerminkan persatuan dan kesatuan sekolah
Budaya koordinasi dan kerjasama baik antar individu maupun antar fungsi
dalam sekolah harus dibiasakan dalam organisasi sekolah, sehingga rasa
kebersamaan dalam persatuan dan kesatuan antar warga sekolah tetap terhaga
7. Otonomi daerah
Seiring dengan adanya Otonomi daerah, maka sekolah memiliki kewenangan dan
keleluasaan untuk mengelola sekolahnya sebaik mungkin secara mandiri.
8. Katerlibatan warga sekolah
dan masyarakat
MBS memberika kesempatan yang luas kepada warga sekolah dan masyarakat
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan demi kemajuan sekolah.
9. Open manajement
(manajemen terbuka)
Pengelolaan kegiatan sekolah yang menyangkut fungsi-fungsi manajemen dan
penggunaan sumber daya sekolah, khsusnya penggunaan keuangan harus bersifat
transaparan dan selalu melibatkan pihak-pihak terkait.
10. Adanya kemauan untik
berubah
Warga sekolah harus menyadari bahwa dunia ini tidak ada yang abadi, kecuali
perubahan itu sendiri, sebab susuatu yang telah berubah, suatu saat akan
berubah lagi, demikian seterusnya.
11. Sekolah harus peka
terhadap kebutuhan
Sekolah harus mampu menyusun kebutuhan pendidikan sesuai dengan skala
prioritas sekolah agar tidak ketinggalan jaman. Fasilitas sekolah dan
profesionalisme guru harus ditingkatkan dan disesuaikan dengan perkembangan
zaman.
12. Melakukan evaluasi dan
perbaikan diri.
Baik gru dan siswa harus melakukan evaluasi sesuai dengan tugasnya
masing-masing. Hasil evaluasi baik guru maupun siswa adalah sebagai bahan untuk
melakukan perbaikan dan pembinaan kinerja masing-masing.
13. Organisasi dan
akuntabilitas yang sehat
Organisasi yang dikelola secra profesional dan akuntabilitas adalah bentuk
pertanggungjawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap penyelenggaraan
program sekolah sebagai bagian dari pelaksanaan MBS.
Fungsi-fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah dalam MBS antara lain :
a. Perencanaan dan evaluasi
Untuk mencapai tujuan pendidikan yang sebagaiaman diharapkan dalam visi dan
misi, maka sekolah harus membuat need assesment berdasarkan analisis kebutuhan
program. Kemudian hasilnya tersebut akan digunakan untuk menyusun Rencana
Strategis Sekolah. Rencana program sekolah tersebut harus dievaluasi untuk
memantau dan mengetahui hasil program-program yang telah dilaksankan. Hal ini
dimaksudkan jika program yang dilaksanakan tidak sesuai dengan rencana atau
terjadi penyimpangan, dengan cepat segera diantsipasi.
b. Pengelolaan kurikulum
Pada kurikulum 2006 yang dikenal dengan istilah KTSP pihak sekolah dapat
mengembangkan (memperdaya, memperkaya, memodofikasi, bahkan inovasi) sesuia
dengan kebutuhan masyarakat (regional, nasional, internasional). Pengelolaan
kurikulum dalam kaitannya dengan MBS adalah adanya keleluasaan sekolah dalam
mengimplementasikan kurikulum dan mengembangkan muatan kurikulum lokal serta
menyiapkan kecakapan hidup bagi peserta didik.
c. Pengelolaan Proses Belajar Mengajar (PBM)
Sesuai prinsip MBS sekolah dibebaskan memilih strategi, metode, media,
teknik-teknik pembelajaran dan pengajaran yang dianggap paling efektif sesuai
dengan tuntutan Kurikulum, yaitu berorientasi pada pemberdayaan pembelajaran
peserta didik.
d. Pengelolaan ketenagaan
Pada MBS pengelolaan tenaga kependidikan mulai dari analisis kebutuhan,
perencanaan, rekruitment, pengembangan dan pelatihan, penghargaan dan sanksi,
hubungan kerja dan evaluasi kerja dapat dilakukan oleh sekolah.
e. Pengelolaan fasilitas
Semua fasilitas sekolah mulai dari pengadaan, pemeliharaan, perbaikan dan
pengembangannya dikelola oleh sekolah.
f. Pengelolaan dana/keuangan
Dalam MBS, sekolah juga mempunyai keleluasaan untuk mencari dan mengelola
dana sesuia dengan kebutuhan sekolah.
g. Pengelolaan layanan siswa
Siswa adalah input pokok bagi sekolah, maka sekolah harus mengelolanya
secara profesional, mulai dari perekrutan siswa baeu, pengembangan potensi
bakat dan minat, pembinaan dan bimbingan karier, penempatan untuk melanjutkan
sekolah, atau memasukidunia kerja sampai pengelolaan alumni.
h. Pengelolaan hubungan sekolah-masyarakat
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan, perlu melakukan kerja sama kemitraan
dengan masyarakat guna memperoleh dukungan moral dan finansial.
i. Pengelolaan iklim sekolah
Penciptaan dan pengelolaan iklim sekolah yang sehat, tertib dan aman akan
memberikan rasa nyaman bagi semua warga sekolah, sehingga menumbuhkan semangat
belajar dan mengajar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembaharuan dalam
bidang pendidikan harus dilakukakn karena mengingat zaman kian hari kian
berubah. Mewujudkan paradigma baru dalam manajemen pendidikan merupakan salah
satu langkah untuk mencetak generasi yang bermutu, sehingga dapat
mengantisipasi semua tantangan dan hambatan yang terjadi dalam lingkungan
kehidupan. Untuk melakukan rekonstruksi pendidikan dalam rangka membangun
paradigma baru sistem pendidikan nasional membutuhkan beberapa langkah yang
harus dilakukan dengan benar dan bertanggung jawab. Sebagai alternatif
paradigma baru adalah dengan adanya School Based Management (SBM).
Manajemen pendidikan perlu melakukan revitalisasi dan penyesuaian dari
manajemen paradigma lama yang bersifat sentralik menuju manajemen yang bersifat
desentralistik. Hal tersebut bersumber dari munculnya otonomi daerah, sehingga
pendidikan dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan yang diperlukan berdasarkan
lingkungannya. Masing-masing daerah bahkan masing-masing lembaga mempunyai
keleluasaan/kemandirian untuk membuat dan menentukan kurikulum untuk lembaganya
namun juga harus bisa bertanggung jawab dalam lingkup nasional.
Untuk mendukung paradigma baru manajemen pendidikan dibutuhkan seorang
profil manajer yang efektif dan bergaya kepemimpinan transformasional, sehingga
semua potensi yang ada di sekolah dapat berfungsi secara optimal. Dalam hal ini
juga perlu adanya pemahaman tentang perbedaan antara pemimpin dan boss.
B. Saran
Demikian makalah ini kami buat, kami menyadari bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca
sangat kami butuhkan guna perbaikan makalah berikutnya. Dan semoga makalah ini berguna untuk kita
semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarmiani.2009.Diktat Manajemen Pendidikan
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI.2010.Manajemen Pendidikan.Alfabeta:Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar